AKHIR CERITA CINTA BEDA AGAMA, AKANKAH DIRESTUI?

Pendapat menarik datang dari Bivitri SusantiPakar Hukum Tata Negara, Beliau mengatakan bahwa perkawinan adalah bagian dari hak asasi manusia, negara bertugas untuk memfasilitasi agar ikatan perkawinan dapat bermanfaat secara perdata karena pada hakikatnya pernikahan adalah hubungan keperdataan antara dua orang. Ia menambahkan juga bahwa sebenarnya akar permasalahan justru terletak pada pasal multi-tafsir UU Perkawinan yang menyatakan perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut agama dan kepercayaannya masing-masing. Ketentuan ini memicu ketidakpastian hukum mengenai pernikahan beda agama sehingga Ia merekomendasikan agar pasal ini dinyatakan inkonstitusional.

Apabila kita melirik ke negara tetangga, yaitu Singapura justru memiliki solidaritas tinggi juga menoleransi pernikahan beda agama. Singapura tidak mempermasalahkan apabila warganya melangsungkan pernikahan berbeda agama karena mereka meyakini hal tersebut adalah urusan privat yang tidak perlu dicampuri oleh negara. Bahkan, Singapura memudahkan proses administrasi melalui fasilitas layanan online kepada warga negaranya, permanent resident, juga orang asing untuk mengurus keperluan administrasi.

Kembali lagi ke permasalahan, mungkinkah Putusan PN Surabaya yang katanya merupakan “terobosan baru” dapat menjadi angin segar bagi para love birds di Indonesia? Menurut hemat penulis jawabannya bisa “iya” dan “tidak”. Jawaban “Iya”, apabila para hakim berani mengambil terobosan baru seperti apa yang telah dilakukan PN Surabaya. Selain itu, Indonesian Conference On Religion and Peace (ICRP) mencatat sejak tahun 2005 telah terjadi pernikahan beda agama sebanyak 1.425 pasangan. Fenomena ini bisa menjadi momentum bahwa sudah waktunya Indonesia menerima pernikahan beda agama dan mengevaluasi peraturan perundang-undangan yang sekiranya tidak relevan dengan perkembangan zaman. Jawaban “Tidak” karena tidak semua kantor catatan sipil berkenan menerima pernikahan beda agama dan apabila melihat ketentuan Inpres RI Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islamkhususnya pada pasal 40: “Dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita karena keadaan tertentu, salah satunya seorang wanita yang tidak beragama islam.”