Aspek Perizinan dan Lingkungan Hidup terkait dengan Lingkungan Hidup dalam Undang Undang Omnibus Law  Cipta Kerja

Kompleksitas isu beserta dengan klaster pembahasan yang diatur dalam UUCK sangatlah banyak dan luas, namun didalam artikel ini saya akan mencoba membahas dari segi perizinan nya yang memiliki kaitan dengan aspek lingkungan hidup. Di dalam Undang – Undang Cipta Kerja, jika dilihat kedalam jangka waktu perencanaan hingga pengundangan UUCK ini dinilai sangatlah singkat dan terkesan terburu – buru, mengapa saya katakan demikian? Jika diuraikan susunan dari Undang – Undang Cipta Kerja, maka dapat dilihat UUCK terdiri atas 15 (limabelas) bab, 186 (seratus delapan puluh enam) pasal, dan 1.187 (seribu seratus delapan puluh tujuh) halaman, lalu haruslah juga terdapat 460 (empat ratus enam puluh) PP dan 9 (sembilan) Perpres baru yang harus disusun (sesuai dengan rujukan dari tiap – tiap pasalnya), sedangkan PP dan Perpres sebagai peraturan dari pelaksanaan harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan. Sangatlah wajar ketika kekhawatiran failures of coordination  (kegagalan di dalam koordinasi antar pasal) ditakuti oleh banyak pihak yang betul – betul memahami esensi dari pembentukan peraturan perundang – undangan, dan akan terjadi miss coordination antar pasal satu dan yang lain, jika kita coba bandingkan dengan salah satu peraturan perundang – undangan, disini akan saya bandingkan dengan Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, atau yang selanjutnya disebut dengan “UUPPLH”, yang dimana UUPLH membawahi 18 (delapan belas) Materi PP, dan setelah 11 (sebelas) tahun setelah diundangkan, UUPLH baru melahirkan 4 (empat) PP, dari perbandingan sederhana ini sangatlah terlihat bahwa didalam suatu perundangan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk dapat melahirkan sebuah peraturan pelaksanaan dibawahnya, maka saat UUCK terlalu cepat diundangkan, membuat kesan bahwa UUCK ini bersifat dipaksakan.