Aspek Perizinan dan Lingkungan Hidup terkait dengan Lingkungan Hidup dalam Undang Undang Omnibus Law  Cipta Kerja

Pertanyaan mendasar yang perlu diperhatikan adalah : Apakah sistem perhitungan risiko jika diterapkan di Indonesia akan membantu dalam percepatan perizinan investasi, atau justru akan membuat rumit di dalam pelaksanaan Online Single Submission (OSS) nya kelak? Risk-Based Approach (RBA) memerlukan dukungan basis data yang integratif, menyeluruh, dan akurat, sedangkan database di Indonesia dinilai lemah, mengapa? Karena RBA juga perlu didukung oleh Keterangan Rencana Peruntukan (KRP), kedua risiko volatilitas akan menjadi sangat besar ketika tidak memiliki data yang memadai dan tidak mengadakan analisis statistika secara tepat dan akurat sebelumnya.

Jika dibandingkan dengan beberapa negara yang tergabung dalam The Organisation for Economic Co-operation and Development, yang selanjutnya disebut “OECD” yang telah menerapkan sistem perhitungan risiko (RBA), dapat dilihat dari segi sudut pandang atau perspektif yang jelas sangat berbeda, di negara OECD tidak ada sektor informal, UMKM di negara OECD adalah sektor formal, di negara OECD usaha yang berkaitan langsung dengan masyarakat diatur dengan ketat, contoh: kafe, restoran, dan sebagainya, sedangkan di Indonesia keberadaan sektor informal sangat besar dalam faktor perekonomian, dan juga belum adanya pengaturan perizinan  yang terperinci terkait dengan sektor informal, jadi apa yang dianggap berisiko tinggi di negara OECD, ternyata tidak dianggap berisiko tinggi dan bahkan tidak diatur di Indonesia, karena semua faktor informal belum tentu identik semua memiliki risiko yang rendah, dan juga RBA dibuat dengan tidak menyebutkan siapa yang akan mengawasi penentu risiko dalam berbagai faktor terkait didalamnya, dan juga ada sebuah hal yang menarik untuk disinggung di dalam UUCK ini, yakni dalam sektor Lingkungan Hidup beberapa negara UE tengah menggalakan green-investment  yang dimana suatu investasi menganut paham investasi ramah lingkungan, ada 35 perusahaan di Indonesia yang menganut paham green-investment,  dan mereka mengaku kecewa atas UUCK yang tidak menerapkan dan memasuk poin untuk penerapan green-investment, terutama dalam aspek Lingkungan Hidup.