Dalam hukum positif Indonesia, perbuatan hukum seperti ini disebut cacat pada kehendak atau sering disebut awam, cacat hukum. Menurut Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Perdata (KUHPer), ada 4 syarat sah perjanjian atau syarat yang wajib dipenuhi ketika dua orang atau dua belah pihak, yakni:

  1. Kesepakatan
  2. cakap
  3. suatu hal tertentu
  4. sebab yang halal

Keempat syarat di atas jika dilanggar memiliki konsekuensi atau akibat hukum masing-masing. Ketentuannya adalah, syarat pertama dan kedua merupakan syarat subjektif, yaitu terkait subjeknya, para pihaknya. Maka jika tidak dipatuhi atau dilanggar, konsekuensi hukumnya perjanjian yang telah dibuat dapat dibatalkan. Jika syarat objektif yang tidak dipenuhi syarat ketiga dan keempat, maka konsekuensi hukumnya adalah batal demi hukum. 

Dalam drakor Vincenzo, kesepakatan dalam perjanjian yang berlaku antara Manajer Cho dengan Babel Group tercederai dengan adanya unsur paksaan. Menurut Pasal 1321 KUHPer, yang berbunyi:Tiada sepakat yang sah jika kesepakatan itu diberikan karena kekhilafan, atau diperoleh dengan paksaan, atau penipuan.”

Dasar terbentuknya kesepakatan jika terdapat kesesuaian antara kehendak dengan pernyataan. Jika tercapai kesesuaian antara kehendak dan pernyataan, suatu perbuatan hukum masih dapat dibatalkan. Karena cacat pada kehendak atau cacat hukum terjadi saat seseorang melakukan suatu perbuatan hukum, kehendak tidak terbentuk secara sempurna.