Proses manipulasi yang dilakukan pelaku child grooming memanfaatkan keadaan psikologis serta kemampuan rasional seseorang di bawah umur yang umumnya belum stabil. Menurut INHOPE Association Uni Eropa, child grooming umumnya dilakukan dalam 6 (enam) tahap sebagai berikut,

  1. Memilih target: biasanya pelaku child grooming akan menarget anak di bawah umur di lingkungan sekitarnya atau dari orang-orang terdekat. Dalam hal child grooming di dunia maya, pelaku seringkali berpura-pura menjadi seseorang yang seumuran dengan target.
  2. Memulai komunikasi: pelaku akan menunjukan perhatian dengan memberikan pujian serta hadiah kepada target anak untuk membangun komunikasi rutin dengan anak.
  3. Membangun rasa percaya: dengan komunikasi rutin, anak akan secara perlahan menaruh rasa percaya yang tinggi terhadap pelaku. Dalam tahap ini, target anak akan sulit untuk melihat bahwa perlakuan pelaku child grooming terhadapnya adalah bukan hal yang normal
  4. Pembiasaan terhadap perbuatan seksual: pelaku akan mulai mengekspos anak pada hal-hal yang berunsur seksual baik kontak fisik maupun konten dalam dunia maya untuk membiasakan target anak terhadap perlakuan seksual yang dilakukan pelaku
  5. Memperkuat kontrol: pelaku akan memaksa anak untuk merahasiakan hubungan mereka dengan ancaman atau dengan mempermalukan anak

Child grooming sebagai suatu pidana sendiri sudah dicetuskan sejak tahun 1921 pada The International Convention for the Suppression of the Traffic in Women and Children, namun hingga saat ini hanya segelintir negara yang mengatur tindakan child grooming sebagai suatu tindak pidana tersendiri. Salah satunya di Inggris, dalam Sexual Offences Act 2003, seorang dewasa dapat dituduh sebagai pelaku child grooming jika berkomunikasi secara rutin dan bertemu tanpa alasan yang jelas dengan anak dibawah umur 16 tahun walaupun tidak terjadinya hal-hal yang berunsur seksual dan dapat dihukum hingga 14 tahun penjara.