Cyber Sexual Harassment dalam Perspektif Positivisme Hukum Indonesia

     Fenomena kekerasan terhadap perempuan dalam ranah siber tercatat 65 kasus pada tahun 2018. Angka tersebut meningkat drastis menjadi 97 kasus pada awal Maret di tahun 2019 dengan rincian sebagai berikut: revenge porn sebanyak 33%, penyebaran konten pribadi sebanyak 20%, cyber harassment, bullying, dan spamming sebanyak 15%; pemalsuan/pencurian identitas sebanyak 8%, cyberstalking/tracking sebanyak 7%; eksploitasi perempuan sebanyak 4%; pemaksaan seks (sexting) sebanyak 3%, dan peretasan sebanyak 6%. Menurut Komnas Perempuan, pelaporan kasus-kasus tersebut belum mencakup keseluruhan kasus. Hal ini disebabkan oleh adanya faktor kultural dimana korban seringkali disalahkan dan dianggap mencari sensasi. Cyber Sexual Harassment melalui sosial media  dikategorikan dalam empat kategori, yakni pelecehan melalui tulisan, Pelecehan verbal, Pelecehan visual dan Pelecehan real.

     Salah satu media yang kerap kali dipakai dalam melakukan cyber sexual harassment ialah twitter. Twitter merupakan salah satu media sosial yang berkembang dengan sangat pesat. Sejak pertama kali diluncurkan pada Maret 2006 oleh Jack Dorsey, Twitter telah memiliki lebih dari 100 juta pengguna aktif pada tahun 2012 dan melonjak menjadi 321 juta pengguna aktif bulanan pada tahun 2017. Twitter dimaknai sebagai teknologi mikroblog yang membentuk perilaku manusia masa kini dalam berkomunikasi. Pengguna twitter dapat berbagi ide dengan bentuk teks, foto, video, maupun link dengan mengirim tweet atau postingan pada linimasa.