Cyber Sexual Harassment dalam Perspektif Positivisme Hukum Indonesia

–     Dalam UU Pornografi pasal 4 ayat (1) mengatur tentang pelanggaran penyebarluasan konten bermuatan pornografi

Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat:

  1.   Persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang;
  2. Kekerasan seksual;
  3.   Masturbasi atau onani;
  4. Ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan;
  5.   Alat kelamin; atau
  6. Pornografi anak;

Cyber Sexual Harassment adalah tindakan yang tidak terpuji dan dapat dipidanakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Sudah saatnya kita generasi muda ikut menyuarakan dan memberantas terkait dengan kekerasan seksual di Indonesia karena tidak jarang banyak generasi muda yang menjadi korban, hingga merenggut korban jiwa. Upaya yang dapat kita lakukan dapat melakukan upaya preventif (dengan melakukan dan mengawasi jalannya UU TPKS yang baru saja disahkan) dan upaya represif (melalui proses hukum baik litigasi dan nonlitigasi). Dalam UU TPKS juga diatur mengenai kekerasan verbal, khususnya di dalam pasal 5 yang menyatakan bahwa “Setiap Orang yang melakukan perbuatan seksual secara nonfisik yang ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/atau organ reproduksi dengan maksud merendahkan harkat dan martabat seseorzrng berdasarkan seksualitas dan/atau kesusilaannya, dipidana karena pelecehan seksual nonfisik, dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) bulan dan/ atau pidana denda paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).”