Darurat Kekerasan Seksual : Penanganan Aparat Penegak Hukum Perlu Diperkuat

Dengan uraian di atas, maka pernyataan Kapolsek tersebut menjadi catatan ‘rapor merah’ bagi pihak aparat penegak hukum dalam menangani kasus Kekerasan Seksual. Beberapa kasus juga menjadi catatan mengenai minimnya sensitivitas gender dan korban kekerasan seksual pada kepolisian. Bahkan seringkali, justru di kepolisian korban kekerasan seksual mengalami re-viktimisasi dan intimidasi oleh polisi di tahap pemeriksaan. Budaya patriarki masih melekat kuat bahkan hingga struktur aparat penegak hukum.

Merespon lemahnya penanganan dan sensitivitas gender di tingkat kepolisian ini, maka diaturlah tentang tindak-tanduk aparat penegak hukum menangani korban kekerasan seksual dalam Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Pada pasal 69 huruf e, menegaskan bagi hak korban kekerasan seksual salah satunya ialah perlindungan dari sikap dan perilaku aparat penegak hukum yang merendahkan Korban.  Selain itu, penguatan penanganan dari aparat penegak hukum juga diamanatkan melalui Undang-Undang ini tepatnya pasal 81, yang menyatakan bahwa Pemerintah baik pusat maupun daerah, wajib menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi aparat penegak hukum terkait Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Kekerasan Seksual.