Desentralisasi Politik Melalui Gagasan Partai Politik Lokal

Desain partai politik lokal di Indonesia tidak akan jauh berbeda, cenderung mirip dengan praktik di Aceh. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, partai lokal Aceh diartikan sebagai partai yang dibentuk oleh warga negara Indonesia yang berdomisili di Aceh dan hanya dapat menjadi peserta pemilihan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRD provinsi), anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/kota (DPRD kab/kota), gubernur, bupati, dan wali kota. Dari ketentuan tersebut, dapat dipahami bahwa partai politik lokal tidak dapat ikut serta dalam pemilu untuk memilih anggota DPR dan/ atau mengajukan calon Presiden/Wakil Presiden. Selanjutnya, partai politik lokal berada di tingkat provinsi dan memiliki kepengurusan di tingkat kabupaten/kota tetapi tidak memiliki kepengurusan di tingkat nasional. Oleh karenanya, partai politik lokal secara kelembagaan terpisah dengan partai politik nasional.

Oleh karena itu, perbedaan mendasar antara partai politik lokal dan partai politik nasional yang digagas terletak pada cakupan wilayah kepengurusan dan keikutsertaan dalam pemilu. Pertama, partai politik lokal tidak memiliki kepengurusan di luar provinsi, melainkan partai politik bersangkutan berdomisili. Sedangkan, partai politik nasional harus memiliki struktur kepengurusan di semua provinsi dan sebagian kabupaten/kota di provinsi bersangkutan. Kedua, hak partai politik lokal hanya terbatas untuk pemilu lokal seperti pemilihan anggota DPRD provinsi, kabupaten, dan kota, pemilihan gubernur, wali kota, dan bupati. Sebaliknya, partai politik nasional dapat bertarung dalam semua pemilu, baik tingkat lokal dan tentunya nasional seperti pemilihan Presiden dan Wakil Presiden serta anggota DPR RI.