Dewan Pers: Merusak Ekosistem Jurnalistik dan “Praktik Kotor” yang melanggar UU Pers

Maka, AJI mendesak aparat keamanan dan institusi negara lainnya menghentikan cara tersebut, dan juga meminta media massa melakukan “bersih-bersih” pegawainya yang dicurigai berperan “ganda”.

“Ini cara kotor memanfaatkan organisasi dan institusi pers untuk mencari informasi. Praktik ini sudah berlangsung lama, mungkin sejak zaman Orde Baru, apalagi di masa konflik,” kata Ketua Bidang Advokasi AJI Indonesia, Erick Tanjung saat dihubungi wartawan BBC News Indonesia, Kamis (15/12).

“Mengapa? karena intelijen paling mudah mengakses informasi dengan memanfaatkan profesi jurnalis sehingga bisa masuk ke kelompok masyarakat, narasumber kunci di tengah masyarakat,” tambahnya.

Selain kasus ini, Erick mengatakan, AJI juga mencatat bahwa cara serupa terjadi di tempat lain, seperti di Papua. Seorang aparat keamanan diketahui menyamar selama 10 tahun sebagai wartawan di kantor berita milik BUMN.

Cara tersebut, kata Erick, akan menimbulkan dampak buruk yang besar bagi ekosistem jurnalistik di Indonesia, khususnya ketidakpercayaan publik terhadap pers dan pemanfaatan institusi media untuk kepentingan tertentu.

Selain itu, infiltrasi itu juga merupakan bentuk pelanggaran atas kode etik jurnalistik yang menyebut “wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap”, dan juga UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.