Dikit-dikit Perppu: Antara Kegentingan dan Kepentingan

Hal tersebut juga dijelaskan oleh Bagir Manan dan Susi Dwi Harijanti, bahwa “kegentingan memaksa” juga bermakna suatu kondisi yang ditafsirkan Presiden terdapatnya kebutuhan melakukan pengaturan di satu sisi dan di sisi lain adalah terbatasnya waktu untuk melakukan proses legislasi biasa. Lalu apa saja indikator atas “kegentingan memaksa”?

Dalam hal ini, Putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009 menguraikan mengenai indikator atas “kegentingan memaksa”, yakni:

  1. Adanya keadaan yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan undang-undang;
  2. Undang-undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum, atau ada undang-undang tetapi tidak memadai;
  3. Kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat undang-undang secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama sedangkan keadaan-keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan

Sekalipun MK, telah menguraikan beberapa indikator atas frasa “kegentingan memaksa”, nyatanya penerbitan beberapa Perppu masih sering terjadi perdebatan, khususnya beberapa penerbitan Perppu yang dianggap secara substansial bermasalah seperti penerbitan Perppu mengenai perubahan UU Ormas, Perppu mengenai Kebijakan keuangan negara dalam penanganan pandemic covid, hingga yang paling terbaru Perppu Cipta Kerja. Penerbitan Perppu Cipta Kerja sendiri merupakan buntut dari pembekuan UU Cipta Kerja oleh MK akibat UU Cipta Kerja terbukti “cacat formil”, atau tidak memenuhi proses pembentukan peraturan Perundang-undangan yang baik.