Dilanda Badai PHK: Bagaimana Upaya Hukum dan Hak Korban?

Berkaca pada hukum di Indonesia, sejatinya ketentuan mengenai PHK diatur dalam UU No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) yang kemudian diubah dengan UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UUCK) serta Peraturan Pemerintah No 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja (PP PKWT-PHK). Menurut Pasal 1 Ayat 25 UU Ketenagakerjaan, Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha. Pada dasarnya, PHK tidak boleh dilakukan secara sepihak dan sewenang-wenang, PHK hanya dapat dilakukan dengan alasan-alasan tertentu. Adapun alasan-alasan yang membolehkan terjadinya PHK adalah: 

  1. Perusahaan melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan Perusahaan dan Pekerja/Buruh tidak bersedia melanjutkan Hubungan Kerja atau Pengusaha tidak bersedia menerima Pekerja/Buruh
  2. Perusahaan melakukan efisiensi diikuti dengan penutupan Perusahaan atau tidak diikuti dengan penutupan Perusahaan yang disebabkan Perusahaan mengalami kerugian;
  3. Perusahaan tutup yang disebabkan karena Perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 (dua) tahun
  4. Perusahaan tutup yang disebabkan keadaan memaksa (force majeure);
  5. Perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang;
  6. Perusahaan pailit
  7. adanya permohonan Pemutusan Hubungan Kerja yang diajukan oleh Pekerja/Buruh dengan alasan Pengusaha melakukan perbuatan tertentu

Mengenai PHK, pekerja, serikat pekerja, pengusaha, dan pemerintah harus mengupayakan terlebih dahulu agar tidak terjadi PHK. Namun jika PHK tidak dapat dihindari, maka perusahaan harus memberitahukan kepada pekerja dan/atau serikat pekerja maksud dan alasan dilakukannya PHK dalam bentuk surat pemberitahuan dan disampaikan secara sah dan patut maksimal 14 hari kerja sebelum PHK. Surat pemberitahuan memuat antara lain maksud dan alasan Pemutusan Hubungan Kerja, kompensasi
Pemutusan Hubungan Kerja serta hak lainnya bagi Pekerja/Buruh yang timbul akibat Pemutusan Hubungan Kerja.  Kemudian Dalam hal Pekerja/Buruh telah mendapatkan surat pemberitahuan dan tidak menolak Pemutusan Hubungan Kerja, Pengusaha harus melaporkan Pemutusan Hubungan Kerja kepada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan dan/atau dinas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan provinsi dan kabupaten/kota.