Diskursus Kedudukan KPK Sebagai Lembaga Negara Independen

Perluasan Hak Angket DPR.

Momen ini menjadi titik awal yang akan selalu diingat oleh setiap orang yang selalu mengikuti perjalanan KPK. Tepat pada tanggal 8 Februari 2018, berdasarkan Putusan No.36/PUU-XV/2017 yang secara tidak langsung menjadikan KPK sebagai lembaga negara yang masuk dalam rumpun eksekutif. Hal ini terjadi karena penggunaan hak angket DPR yang meluas karena rumusan norma dalam frasa “penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah” tidak dimaknai dalam pengertian pemerintah yang hanya terbatas pada eksekutif. 

Apabila sedikit diulas dari perkembangan sejarah munculnya hak angket, eksistensi, maksud dan tujuan diadopsinya hak angket dalam Pasal 20A ayat (2) UUD 1945, dikehendaki oleh anggota MPR yang melakukan perubahan terhadap UUD 1945 sebagai instrumen untuk mengawasi Pemerintah dalam pengawasan terhadap eksekutif. Artinya, apabila diletakkan ke dalam norma Pasal 79 ayat (3) UU MD3, penggunaan hak angket adalah untuk melakukan penyelidikan atas: (1) pelaksanaan suatu undang-undang oleh Pemerintah; (2) pelaksanaan suatu kebijakan oleh Pemerintah; dan (3) pelaksanaan undang-undang dan kebijakan sekaligus oleh Pemerintah, di mana kata “Pemerintah” dalam norma a quo tidak boleh dimaknai selain dalam makna atau pengertian ekeskutif. Dalam konstruksi norma Pasal 79 ayat (3) UU MD3, pemaknaan “pemerintah” menjadi “eksekutif” ditambah dengan syarat pelaksanaan undang-undang dan/atau kebijakan tersebut harus menyangkut hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyaraka, berbangsa dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.