Fenomena Gig Economy dalam Hukum Ketenagakerjaan

Pada kebanyakan kasus para kurir ekspedisi bekerja dengan status sebagai mitra perusahaan. Status mitra kerja tidak sama dengan status pekerja. Hubungan yang terjadi di antara perusahaan dan kurir ialah sebatas hubungan kemitraan bukan hubungan kerja. Hubungan kerja terbentuk jika memenuhi tiga unsur yakni pekerjaan, upah, dan perintah. Ketiga unsur tersebut bersifat kumulatif, jika salah satu unsur tidak terpenuhi maka hubungan kerja tidak terjadi. Hubungan kerja antara pekerja dan pemberi kerja terjadi sesaat perjanjian kerja telah terbentuk. Dalam perjanjian kerja tersebutlah hal-hal penting seperti syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak akan tercantum. Semua hal yang bersangkutan dengan hubungan kerja telah dilindungi dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Undang-Undang Ketenagakerjaan) yang kemudian mengalami beberapa perubahan dalam pasalnya melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Undang-Undang Cipta Kerja).

Sementara itu, definisi kemitraan sendiri tidak ditemukan baik dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang Cipta Kerja. Namun pengertiannya disebutkan dalam Undang-Undang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, dimana yang dimaksud dengan kemitraan adalah kerjasama dalam keterkaitan usaha, baik langsung maupun tidak langsung, atas dasar prinsip saling memerlukan, mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan yang melibatkan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dengan Usaha Besar. Sayangnya sistem kemitraan yang terjadi pada kurir tidak sama dengan pengertian kemitraan di atas. Hubungan kemitraan yang terjadi adalah semata hubungan kerja sama yang dapat lahir dengan berdasarkan pada ketentuan Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Setiap orang dapat melakukan perjanjian yang mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Maka, baik kurir dan perusahaan berhak menentukan hak dan kewajiban masing-masing selama memenuhi syarat sah perjanjian.