Gonta-ganti Kebijakan untuk Hindari Kewajiban

Hal ini menyebabkan tuntutan masyarakat terhadap pemenuhan kesejahteraannya semakin tinggi kepada Pemerintah. Hal ini dapat dibenarkan mengingat jati diri negara Indonesia sebagai negara kesejahteraan yang dituntut untuk dapat memenuhi segala macam kebutuhan rakyat dalam segala bidang kehidupan. Adanya tuntutan ini jelas harus diejawantahkan secara murni dan konsekuen lewat pemberlakuan desain kebijakan yang berpihak pada rakyat. Namun dalam kegiatan pembatasan masyarakat yang telah disebutkan, ketidakpuasan terhadap upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat oleh Pemerintah sangat dikritisi.

Padahal, Pemerintah memiliki satu skema yang belum pernah dicoba untuk menangani Covid-19 lewat skema karantina wilayah sebagaimana diatur UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan (UU Karantina Kesehatan). Karantina wilayah adalah pembatasan penduduk dalam suatu wilayah termasuk wilayah pintu masuk beserta isinya yang diduga terinfeksi penyakit dan.atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi.

Apabila merujuk pada Pasal 55 UU Karantina Kesehatan, selama karantina wilayah, kebutuhan hidup dasar orang dan makanan hewan ternak yang berada di wilayah karantina menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat. Tanggung jawab tersebut dilakukan dengan melibatkan Pemerintah Daerah dan Pihak terkait. Hal ini jelas membuka fakta keengganan dalam mengambil skema karantina wilaya didasarkan pada adanya kewajiban untuk memenuhi kebutuhan hidup dasar. Padahal, adanya penjaminan sangat berkaitan dengan pemenuhan kesejahteraan rakyat yang terganggu selama masa pandemi. Sehingga, Pemerintah harusnya mengambil opsi ini ketika kedaruratan Covid-19 semakin tak terkendali. Hal ini agar Pemerintah tidak seakan cuci tangan dan mempersilahkan rakyat untuk saling menyalahkan satu sama lain.