Hak atas Partisipasi Anak : Lemahnya Pengakuan dan Komitmen atas Pemenuhannya

Oleh: Rania Fitri Nur Rizka

(Internship Advokat Konstitusi)

Dalam konsep Hak Asasi Manusia (HAM), anak juga merupakan pemegang hak. Hak yang dimaksud selain yang melekat pada dirinya sebagai manusia pada umumnya, diberikan pula padanya hak-hak lain karena statusnya sebagai seorang anak. Definisi anak pada definisi dalam Undang-Undang No. 23 tahun 2002 juncto Undang-Undang No. 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak (UU PA) yang menyebutkan bahwa anak adalah mereka yang berada di dalam kandungan dan di bawah usia 18 tahun.

 Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak Anak pada tanggal 5 September  1990 melalui Keputusan  Presiden No. 39 Tahun 1990. Menurut konvensi tersebut hak anak dapat dikategorikan sebagai hak atas kelangsungan hidup,  hak atas perlindungan, hak atas tumbuh kembang, dan hak atas berpartisipasi. Pemenuhan akan hak partisipasi  perlu dilirik sebagai hak yang fundamental tetapi nampaknya belum  cukup diakui. 

 Aspek pertama yang perlu dilirik adalah soal instrumen hukumnya. Konvensi Hak Anak merupakan salah satu instrumen HAM yang diratifikasi dalam bentuk Keputusan Presiden. Penggunaan keputusan presiden dalam hal ini penting menjadi sorotan yang perlu dibahas secara khusus. Selain itu, yang perlu diperhatikan adalah bahwa ratifikasi yang dilakukan oleh Indonesia dalam konvensi ini tidak berarti penerimaan kewajiban di luar batas konstitusional, dan tidak juga berarti penerimaan kewajiban apapun untuk memperkenalkan hak apapun di luar yang telah diakui dalam konstitusi. Sehingga negara melepaskan kewajiban atas pemenuhan hak anak yang diatur konvensi  yang tidak disebutkan dalam konstitusi.