Hak atas Partisipasi Anak : Lemahnya Pengakuan dan Komitmen atas Pemenuhannya

Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) memaktubkan hak anak dalam  rumusan Pasal 28B ayat (2) yang menyatakan setiap anak berhak atas hak untuk hidup, tumbuh dan berkembang, dan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Sementara  hak berpartisipasi dan prinsip kepentingan yang terbaik bagi anak tidak disebutkan secara eksplisit. Dikaitkan dengan soal ratifikasi di atas, rumusan tersebut membuahkan konsekuensi  tidak diwajibkanya negara untuk memperkenalkan dan melaksanakan hak tersebut. 

Walau begitu, prinsip akan penghargaan pendapat anak justru diadopsi langsung dalam UU PA. UU PA memuat penghargaan terhadap anak sebagai asas yang  diartikan sebagai penghormatan atas hak-hak anak untuk berpartisipasi dan menyatakan pendapatnya dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi kehidupanya. Persoalan mengenai adanya asas tersebut dalam undang-undang  disamping ketentuan mengenai hak anak dalam UUD 1945 yang tidak memuat asas tersebut, layak untuk mendapatkan sorotan khususnya dalam hal kekuatan hukumnya. 

Di lain sisi hak ini memang dapat dilihat sebagai apa yang disebut hak yang hanya tercantum dalam undang-undang. Menurut Jimly Asshidiqie, hak-hak yang tercantum dalam  undang-undang  memiliki kualitas yang sama pentingnya secara konstitusional, sehingga dapat disebut memiliki “constitutional importance” yang sama  dengan disebut secara eksplisit dalam UUD NRI 1945. Ketidakpastian ini tentu tidak dapat diabaikan dalam rangka  membangun konsep pemenuhan hak berpartisipasi anak. Implikasi yuridis sebagai akibat dari belum diaturnya hak berpartisipasi anak dalam konstitusi maka hak anak belum sepenuhnya terjamin dengan sistem hukum yang ada (Surangata: 2013).