HAK MATERNITAS: HAK KONSTITUSIONAL BURUH PEREMPUAN YANG ANTARA ADA DAN TIADA

Buruh perempuan tersebut diduga kelelahan bekerja karena harus berdiri secara terus menerus sepanjang jam kerja. Penelitian Perempuan Mahardhika tentang Pelecehan Seksual dan Pengabaian Hak Maternitas Buruh Garmen di KBN Cakung pada tahun 2017 menemukan fakta sebanyak 50% buruh garmen perempuan merasa takut saat hamil, sehingga banyak yang menyembunyikan kehamilannya, karena kemungkinan kehilangan perpanjangan kontrak, tidak mendapatkan upah cuti, kehilangan hak atas upah haid setiap bulannya, atau justru ketakutan akan mendapat pemutusan hubungan kerja.

Padahal sebagaimana pasal-pasal dalam UUD NRI 1945 juga telah menjamin pemenuhan hak-hak setiap warganegara termasuk perempuan dan hak maternitasnya dalam pasal 27 (2) “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”., dan pasal 28D (2) “Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.” Sehingga hak-hak maternitas juga merupakan hak konstitusional warganegara perempuan.

Kemudian menyoroti pemberlakuan UU Cipta Kerja sebagai UU No. 11 Tahun 2020, yang menjadi Undang-undang terbaru dalam lingkungan hukum Ketenagakerjaan di Indonesia. Sejak pembahasannya diketahui publik dengan begitu banyak poin poin RUUnya yang bermasalah UU Cipta Kerja memang memicu perdebatan yang begitu sengit di dalam masyarakat, termasuk dalam hal pemenuhan hak-hak maternitas perempuan.