Hilangnya Pendidikan Bahasa Negara dan Pancasila

Oleh: Fayasy Failaq

(Content Creator Advokat Konstitusi)

Kelahiran tokoh pendidikan nasional Ki Hajar Dewantara pada hari kedua bulan Mei selalu dijadikan parade memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) oleh seluruh kalangan di Indonesia. Momentum parade itu setidaknya dirayakan paling minimal dengan kegiatan pada lingkup sarana pendidikan, atau setidaknya dengan upacara tahunan. Termasuk oleh mahasiswa dan kaum intelek, parade ini bahkan diwarnai dengan momentum kritik serta gagasan untuk membangun kualitas pendidikan nasional.

Secara struktural kritik untuk membangun Pendidikan tersebut dapat dilontarkan kepada Mendikbud sebagai wilayah eksekutif yang menaunginya. Kritik terhadap Mendikbud secara khusus pada Kabinet Indonesia Maju  menjadi rasional  ketika memperhatikan pola pendidikan yang tergambarkan melalui beberapa kebijakan problematik yang telah dikeluarkan.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem sebelumnya memang melakukan beberapa langkah berani sebagai gerakan reformasi pendidikan nasional, namun hal itu tidak terlepas dari problematika kebijakannya. Setidaknya berdasarkan catatan penulis, persoalan kebijakan tersebut berupa kecerobohan yakni: Hilangnya Hasyim Asy’ari dalam Kamus Pendidikan Indonesia, hilangnya ‘frasa Agama’ dalam Peta Jalan Pendidikan Nasional 2020-2035, dan Hilangnya Bahasa Indonesia dan Pancasila dalam Standar Nasional Pendidikan.