Implementasi Penanaman Modal dalam Cipta Kerja

Berbagai ketentuan dari regulasi yang lama pun disesuaikan dengan beberapa kebijakan yang baru, dengan salah satu harapannya agar dapat mewujudkan peningkatan ekosistem dalam segi investasi, yaitu kebijakan mengenai perizinan usaha yang menggunakan sistem Risk Based Approach (RBA). Penerapan perizinan usahanya berbasis risiko, yaitu perizinan mengenai penyederhanaan atau simplifikasi persyaratan dasar perizinan berusaha, pengadaan tanah, dan pemanfaatan lahan yang meliputi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang, persetujuan lingkungan, dan persetujuan bangunan gedung serta sertifikat laik fungsi. Pelaku usaha perlu melaporkan rencana lokasi menggunakan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) berbentuk digital dan kemudian diolah oleh pemerintah dan wajib mengintegrasikan RDTR ke dalam sistem perizinan berusaha secara elektronik, hal ini diatur dalam Pasal 14 ayat 6 UU CK.

Selanjutnya, pengaturan mengenai pengadaan tanah, untuk kepentingan umum dan prioritas pemerintah akan dilakukan melalui mekanisme pelepasan kawasan hutan untuk instansi pemerintah dan pelepasan kawasan hutan atau pinjam pakai kawasan hutan untuk swasta. Dalam Pasal 36 ayat (1) UU CK bahkan dijelaskan bahwa, “Pemberian ganti kerugian dapat diberikan dalam bentuk uang, tanah pengganti, pemukiman kembali, kepemilikan saham, atau bentuk lain yang disetujui kedua belah pihak”. Kemudian, pemerintah akan membentuk bank tanah untuk memenuhi kebutuhan dan mengelola tanah yang ada di dalam negeri. Bank tanah nantinya boleh digunakan untuk kepentingan umum, sosial, pembangunan, pemerataan ekonomi, konsolidasi lahan, hingga reforma agraria. Selain hal tersebut, pemerintah juga mengatur soal ketentuan investasi di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas, Proyek Strategi Nasional (PSN), hingga lembaga pengelola investasi juga diatur didalam UU CK.