Indonesia Ramah Disabilitas (?)

Das sollen, das sein” seolah telah menjadi ungkapan standar bagi pelaksanaan amanat undang-undang yang seolah menjadi pembenar dalam hal terjadi perbedaan antara norma dan fakta empiris, termasuk dalam hal pemenuhan hak kaum disabilitas. Dalam ranah pelayanan publik, hasil survei Ombudsman Republik Indonesia 2019 mengungkapkan bahwa salah satu indikator yang paling banyak belum dipenuhi dalam pelayanan publik yaitu ketersediaan layanan khusus bagi pengguna berkebutuhan khusus.

Indikator pendidikan dan pelayanan publik hanya menjadi sedikit indikasi kelalaian negara dalam pemenuhan hak-hak kaum disabilitas. Jika kita pikirkan secara abstrak, kedua tujuan itu tak lepas dari tujuan negara memajukan kesejahteraan umum. Pertanyaan sesungguhnya ialah seberapa mampu negara ini untuk memajukan (atau setidaknya sekedar memenuhi) kesejahteraan umum tersebut?

Tentu harapannya, negara mampu untuk mengakomodasi segala ketertinggalan dalam sektor pelayanan publik terhadap penyandang disabilitas. Dimulai dari menyediakan kuota khusus untuk beasiswa calon-calon guru SLB, kewajiban penyediaan angkutan umum layak yang dapat dapat diakses oleh penyandang disabilitas, hingga kewajiban perusahaan untuk memberikan kesempatan bagi para penyandang disabilitas. Hal ini untuk menjamin kemudahan penyandang disabilitas dalam pemenuhan otak, perut, dan dompetnya selayaknya manusia pada umumnya.