Indonesia, The Next India?

Untuk mencapai hak atas standar kesehatan tertinggi harus dipenuhi dari hal-hal seperti: Ketersediaan yakni fungsi kesehatan publik dan faskes dengan kuantitas yang cukup. Aksesibilitas yakni setiap orang dapat mengakses faskes, barang dan jasa tanpa diskriminasi. Penerimaan yakni segala faskes barang dan pelayanan harus diterima oleh etika medis dan sesuai secara budaya. Kualitas yakni baik secara ilmu dan medis sesuai serta dalam kualitas yang baik.

Berdasarkan catatan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) yang disampaikan oleh Muhammad Isnur (Ketua Advokasi YLBHI), ada berbagai kekacauan langkah hukum dalam penanganan COVID-19. Hal tersebut antara lain: Pertama, Informasi Positif COVID-19 yang tidak dibuka dan real time. Kedua, kesalahan pengambilan kebijakan seperti di awal, misalnya menjawab darurat kesehatan dengan darurat sipil. Ketiga, lamanya kebijakan penentuan kekarantinaan wilayah. Empat, saling lempar tanggung jawab antar Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Lima, perubahan APBN bukan hanya antisipasi COVID-19 dan pembentukan TIM yang lebih dominion menjaga ekonomi.

Meski demikian kekacauan diatas akan tambah memburuk apabila kita sebagai masyarakat tidak memiliki sense of crisis terhadap kondisi negeri ini. Kita tentu tidak bisa menyerahkan sepenuhnya masalah ini kepada Pemerintah. Hal ini mengingat perilaku penerimaan (compliance) terhadap berbagai kebijakan penanganan COVID-19 merupakan faktor yang paling menentukan dalam keberhasilan penanganan COVID-19.