Indonesia yang Jauh dari Jangkauan Demokrasi Deliberatif

Oleh: Azeem Marhendra Amedi

(Internship Advokat Konstitusi)

Partisipasi masyarakat menjadi salah satu hal yang paling esensial dari sebuah negara demokrasi. Partisipasi tersebut diartikan dalam berhaknya masyarakat turut serta dalam pemerintahan. Namun, tidak dapat diartikan secara sempit hanya berupa partisipasi dalam Pemilihan Umum (Pemilu) saja untuk dapat memilih wakil atau dipilih sebagai wakil dari rakyat. Diskursus demokrasi dalam ketatanegaraan tidak hanya dapat berhenti pada demokrasi perwakilan.

Juergen Habermas pada buku “The Theory of Communicative Action: Reason and the Rationalization of Society” menyampaikan kritik pada konsep demokrasi perwakilan yang hanya memanfaatkan konstituen mereka sebagai batu pijakan menuju jabatan politik yang mereka idam-idamkan. Pejabat politik yang telah dipilih mewakilkan konstituen mereka malah mengabaikan mandat yang diberikan pada mereka, sehingga para pejabat politik menganggap tugas konstitusionalnya telah selesai setelah mereka terpilih.

Padahal, para pejabat tersebutlah yang harus dengan maksimal menjalankan kewajiban mereka memenuhi salah satu hak penting warga negara, yakni melindungi, menghormati, dan memenuhi hak mereka untuk turut serta dalam pemerintahan. Demokrasi deliberatif inilah yang dapat menjadi konsep sebagai solusi efektifnya partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan proses demokrasi, baik secara prosedural maupun substansial.