Indonesia yang Jauh dari Jangkauan Demokrasi Deliberatif

Apakah dapat dilaksanakan untuk hal-hal lain di luar kampanye? Tentu bisa. Misalnya, seorang anggota dewan pada masa reses akan memiliki kesempatan untuk menjaring aspirasi dari masyarakat di daerah pemilihannya. Metode deliberasi ini akan menjadi lebih efektif ketimbang sosialisasi atau menanyakan aspirasi tanpa memberi masyarakat ruang untuk aktif mengkritisi kebijakan yang hendak dibentuk. 

Jika ini akan dilakukan dalam tingkat regional, tepatnya DPRD, maka dapat saja dilakukan penyeleksian anggota masyarakat yang secara terukur akan mengalami dampak dari diberlakukannya suatu Perda, baik tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Anggota masyarakat tidak hanya diundang sebagai tamu forum untuk menyampaikan pendapat saja, namun dihitung sebagai peserta forum yang akan memengaruhi hasil pertemuan pada saat itu, sehingga masukan mereka tidak akan sia-sia karena wajib diselenggarakan secara beralasan, resiprokal, dapat diakses, dan hasil akhir tetap dapat dipersoalkan di kemudian hari.

Konsep yang elusif ini belum cukup dideskripsikan dengan opini pada tulisan ini, masih membutuhkan kajian mendalam untuk pengadopsiannya dan kerelaan pejabat politik untuk memberlakukan hal tersebut dalam proses politik hukum. Walaupun demikian, demokrasi deliberatif dapat menjadi solusi yang bagus untuk demokrasi konstitusional yang responsif karena mampu memenuhi hak politik warga negara secara maksimal dan kebijakan yang diambil dapat sesuai dengan keinginan masyarakat apa adanya. Untuk permulaan, proses ini dapat dilakukan pada tingkatan Kabupaten/Kota terlebih dahulu, sehingga dapat membantu pelaksanaan kebijakan daerah yang langsung memberi dampak pada masyarakat setempat agar kebijakan lebih responsif dan inklusif.