Jalan Panjang Presidensialisme Multipartai di Indonesia 

Lebih lanjut, dalam sistem pemerintahan presidensil cara paling umum yang dilakukan presiden adalah dengan memberikan posisi menteri- menteri dalam kabinetnya kepada partai politik yang memberikan dukungan kepada presiden di lembaga legislatif. Dengan demikian muncullah gambaran bahwa presiden “membagi kekuasaan” dengan semua partai politik yang cenderung mendukung pemerintah (Saldi, 2019:208). Lebih jauh, apakah pandangan teoritis tersebut juga berlaku di Indonesia, perlu dikaji secara holistik untuk memahami bagaimana presidensialisme multipartai di Indonesia. 

 

Koalisi sebagai jalan Presidensialisme Multipartai di Indonesia 

Sebagaimana munculnya Surat Keputusan Wakil Presiden M. Hatta No X/1949 yang menjadi awal dilaksanakannya sistem multipartai di Indonesia dan tetap berlaku hingga saat ini perlu dikaji secara holistik. Paradigma presidensialisme multipartai yang telah dipaparkan di atas menarik untuk dikorelasikan dengan perkembangan sistem pemerintahan presidensial di Indonesia, misalnya dalam periode Presiden Abdurrahman Wahid pada sejak Oktober 1999 hingga pasca perubahan UUD 1945 yang secara tegas mempertahankan sistem pemerintahan presidensial. 

Pemilihan Umum (Pemilu) 1999 yang menjadi Pemilu pertama di era reformasi telah mempraktekkan bentuk “pembagian kekuasaan” yang terbentuk dalam wadah koalisi Poros Tengah. Koalisi Poros Tengah ini berhasil mengusung Abdurrahman Wahid sebagai Presiden dan Amien Rais sebagai Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Selanjutnya setelah amandemen UUD 1945 model koalisi sebagai jalan presidensialisme multipartai di Indonesia terus berlangsung. Selanjutnya Megawati-Hasyim Muzadi yang terpilih menjadi Presiden dan wakil presiden selanjutnya membentuk koalisi kebangsaan didukung hampir 55% partai yang memperoleh kursi di parlemen.