Jawa adalah Kunci!

Dalam konteks politik,”orang” Jawa cukup berperan dalam dunia politik nasional tidak hanya setelah kemerdekaan, namun sejak era kerajaan. Sebut saja Hayam Wuruk dan Gajah Mada yang mampu mempersatukan nusantara di bawah bendera Majapahit. Adapula Jayabaya dengan Jangka Jayabaya yang turut menggambarkan sosok pemimpin yang visioner.

Pasca kemerdekaan hingga saat ini, hal yang sering diperbincangkan ialah mengenai masyarakat Jawa yang sering mendapatkan posisi sebagai Presiden Republik Indonesia, mulai dari era Soekarno hingga Joko Widodo. Bahkan sejarah mencatat bahwa dari tujuh Presiden Indonesia yang berkuasa, hanya seorang Bacharuddin Jusuf Habibie yang bukan merupakan orang Jawa. Walaupun harus diingat bahwa Habibie merasakan jabatan Presiden akibat mundurnya Soeharto dari tampuk kekuasaan.

Keterpilihan Jawa hingga Personifikasi Sosok Jawa

Sosok Jawa sebagai tokoh pemimpin nasional dapat diduga merupakan dampak langsung dari proses demokrasi Indonesia yang didasarkan atas suara terbanyak. Mengingat angka 40,22% penduduk Indonesia mengidentifikasi dirinya sebagai bagian dari masyarakat Suku Jawa, tentunya bukan merupakan hal sulit untuk memikirkan bagaimana masyarakat Jawa akan memilih sosok yang mencerminkan memiliki kedekatan dengan diri mereka, – terlebih bagi masyarakat yang jauh dari pendidikan politik – salah satunya adalah kedekatan etnis. Sehingga, faktor demografi tersebutlah yang dapat dikatakan menjadi faktor utama keterpilihan suku Jawa.