Julidan Netizen Bisa Kurangkan Hukuman Pidana ? 

Oleh : Andreas Tamara 

Internship Advokat Konstitusi

Senin, 23 Agustus 2021, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang dipimpin oleh Muhammad Damis di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat membacakan putusan atas dugaan kasus suap yang dilakukan oleh mantan Menteri Sosial, Juliari Batubara. Dalam putusan tersebut, Juliari terbukti secara sah dan meyakinkan menerima suap dalam kasus bantuan sosial (bansos) Covid-19, dan karena hal tersebut, dijatuhkan hukuman pokok berupa 12 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsidair 6 bulan kurungan.

Hal yang menarik dari putusan tersebut adalah pertimbangan Majelis Hakim dalam menjatuhkan putusan, khususnya mengenai hal-hal yang meringankan terdakwa. Majelis Hakim berpendapat bahwa cacian dan makian netizen kepada Juliari Batubara merupakan salah satu alasan yang meringankan vonis hukuman Juliari Batubara.

Selengkapnya Majelis berpendapat sebagai berikut. “Terdakwa sudah cukup menderita dicerca, dimaki, dihina oleh masyarakat. Terdakwa telah divonis oleh masyarakat telah bersalah padahal secara hukum terdakwa belum tentu bersalah sebelum adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap” (Hukum Online, 2021).Hal tersebut memicu banyak reaksi dari berbagai kalangan, dengan mayoritas orang berpendapat bahwa tindakan Majelis Hakim tersebut adalah tidak tepat. Tulisan ini akan fokus membahas dan menganalisis mengenai pertimbangan Majelis Hakim tersebut.