“Keadilan” Semu Dalam Krisis Pemikiran Positivisme

Pada akhirnya, hukum hanya akan mendapatkan validitasnya dari norma hukum lain, layaknya rantai norma hingga pada akhirnya berada pada titik yang tidak dapat ditelusuri lagi yang disebut grundnorm dalam pandangan Kelsen. Grundnorm dalam pandangan Kelsen ini hanya sebatas untuk memberikan validitas saja, sehingga Kelsen sendiri terjebak dengan pertanyaan dari mana asal-usul dari otorisasi norma tersebut, sedangkan di sisi lainnya ia menolak pengaruh seperti moralitas dalam kerangka hukumnya. Dalam pandangan Hobbes, Rousseau, Austin, dan Hart, pejabat dan lembaga hukum tidak pernah bisa mengalami kedekatan atau ikatan dengan momen awal dibentuknya hukum, hal ini dikarenakan, untuk menjadi yang tertinggi, ikatan semacam itu harus ada sebelumnya.

Keadilan dalam Pemikiran Positivisme

Lalu muncul pertanyaan mengenai apakah hukum positivis yang demikian dapat menghasilkan keadilan? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, terlebih dahulu perlu menelusuri pemikiran mengenai makna keadilan itu sendiri. Dalam enumerasi yang terdapat dalam buku Retorika, dapat diketahui bahwa dalam pandangan Aristoteles batas antara kesetaraan dan keadilan begitu cair dan bahwa kita telah dihadapkan pada antinomi atau kontradiksi dalam pemikiran hukum Aristoteles. Konsepsi dasar keadilan dalam pandangan Aristoteles ialah bahwa keadilan hanya ada diantara manusia dan hubungannya diatur oleh hukum. Gagasan ini berakar dalam salah satu keadilan alami yang dijumpai dalam kerangka konstitusi yang terbaik.