Kebiri Kimia dalam Hukum Konstitusi dan HAM

Hukuman kebiri kimia dinyatakan melanggar hak seseorang, sehingga hukuman ini ditolak oleh sebagian kalangan masyarakat, pakar hukum, dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Menurut Pakar hukum Pidana Universitas Islam Indonesia Yogyakarta (UII), Mudzakir menilai pelaksanaan kebiri kimia tidak tepat diterapkan sebagai pidana tambahan, karena penerima pidana kebiri tidak dapat mengendalikan nafsu selama menjalani masa hukumannya. Hal ini juga ditentang oleh IDI, karena menurut mereka, pelaksanaan hukuman kebiri ini akan melanggar sumpah, etika, dan disiplin kedokteran yang berlaku.

 Hukuman ini melanggar beberapa ketentuan seperti Pasal 5 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Tahun 1948 menyatakan tidak seorang pun boleh disiksa atau diperlakukan secara kejam dan tidak manusiawi.  Pasal 33 ayat 1 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak asasi Manusia  pun turut menyatakan, “Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan, penghukuman, atau perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, merendahkan derajat dan martabat kemanusiaannya”. Berdasarkan Pasal 1 ketentuan umum angka 4 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang dimaksud dengan penyiksaan adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, sehingga menimbulkan rasa sakit atau penderitaan yang hebat, baik jasmani, maupun rohani.