oleh : Diyah Ayu Riyanti

Internship Advokat Konstitusi

Kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) pada berbagai peraturan perundang-undangan terus mengalami perubahan. Hal itu dapat dilihat dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, yang menjelaskan bahwa DPRD bersama dengan kepala daerah disebut sebagai pemerintah. Dapat diartikan bahwa DPRD diposisikan bagian dari kekuasaan eksekutif pemerintah pusat. 

Reformasi yang terjadi pada tahun 1998 merupakan sejarah penting dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Ide demokrasi yang masuk mulai merubah konsep demokrasi bagi pemerintahan daerah salah satunya adalah konsep desentralisasi. Hal itu terlihat dengan adanya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang menjelaskan bahwa DPRD ditetapkan sebagai badan legislatif daerah. Namun hal itu berujung membawa Indonesia pada instabilitas akibat konflik kewenangan antara pusat dengan daerah. Konsep DPRD pada pemerintahan daerah berubah kembali pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Pada hal tersebut, Pemerintah dan DPR bersepakat menghapus frasa “badan legislatif” dari DPRD, akan tetapi tetap memberlakukan fungsi-fungsi DPRD yang berkaitan dengan Lembaga legislatif. Namun, pada Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah pada Pasal 302 ayat (1) yang menjelaskan bahwa alat kelengkapan DPRD provinsi atas: a. pimpinan; b. Badan Musyawarah; c. komisi; d. Badan Legislasi Daerah; e. Badan Anggaran; f. Badan Kehormatan; dan i. alat kelengkapan lain yang diperlukan dan dibentuk oleh rapat paripurna. Terdapatnya frasa legislasi pada DPRD menimbulkan tafsir di masyarakat bahwa DPRD merupakan bagian dari lembaga legislatif. Hal tersebut didukung dengan konsep pengisian anggotanya yang didasarkan pada pemilihan umum sebagaimana konsep pengisian anggota lembaga legislatif di tingkat pusat.