Kedudukan Nota Pembelaan (Pledoi) dalam Hukum Acara Pidana (Studi Kasus Richard Eliezer)

Berdasarkan alasan tersebut, Penasehat Hukum Terdakwa meminta majelis hakim untuk dapat memutus perkara Richard Eliezer dengan amar putusan yang pada intinya sebagai berikut:

  1. Menyatakan perbuatan yang dilakukan Terdakwa tidak dapat dipidana karena terdapat alasan penghapus Pidana
  2. Menyatakan terdakwa lepas dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechtsvervolging)

Dalam hukum acara pidana, pledoi atau nota pembelaan memiliki kedudukan yang mirip dengan Surat Tuntutan Penuntut Umum. Pledoi merupakan hak Terdakwa untuk dapat didengar pendapatnya, dan merupakan agenda yang sangat penting karena pledoi akan dipertimbangkan dan diharapkan dapat membantu Terdakwa mendapatkan hak-haknya yang dijamin oleh hukum. Namun walaupun wajib dipertimbangkan oleh Majelis Hakim, Pledoi tidak wajib dan tidak mempunyai kekuatan mengikat untuk diikuti oleh Majelis Hakim. Tugas Majelis Hakim adalah mempertimbangkan dan jika dirasa perlu, menanggapi pledoi yang diajukan oleh Terdakwa dan/atau Penasehat Hukumnya. Majelis Hakim dapat memutus berdasarkan hati nurani dan keyakinannya sendiri berdasarkan fakta-fakta yang terbukti di dalam persidangan.

Dapat dikatakan bahwa pledoi adalah kesimpulan dari Terdakwa dan Penasehat Hukum setelah seluruh proses pembuktian, baik dari pemeriksaan Saksi, Ahli, Surat, dan Alat Bukti lainnya selesai dilaksanakan. Sementara Tuntutan merupakan kesimpulan dari Jaksa Penuntut Umum setelah melalui seluruh proses pembuktian. Kendati demikian, sekalipun kita, sebagai masyarakat tidak setuju dengan Tuntutan dan/atau Pledoi yang diajukan oleh Terdakwa dan Penasehat Hukumnya, isi dari Tuntutan dan Pledoi wajib kita hormati sebagai bentuk kebebasan dari para pihak untuk mengemukakan pendapatnya.