Kekerasan Berbasis Gender Online: Ketika Hukum Membuat Korban Kekerasan Menjadi Korban Untuk Kedua Kalinya

Hal yang sama terjadi pada kasus Gisella Anastasya (GA) dan Michael Yukinobu de Fretes (MYD). Diketahui bahwa GA dan MYD juga membuat video intim keduanya hanya untuk kepentingan pribadi pendistibusian yang disetujui, pun, hanya diantara keduanya. Tetapi suatu saat GA kehilangan ponselnya dan kemudian video tersebut menyebar. Akhirnya Pada 29 Desember 2020, Polda Metro Jaya telah menetapkan GA dan MYD sebagai tersangka pelanggaran UU Pornogafi dengan sangkaan melanggar Pasal 4 ayat 1 jo Pasal 29 atau Pasal 8 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. 

Dari kedua kasus tersebut dapat dilihat bahwa ketiganya merupakan korban KBGO, yaitu penyebaran intim non konsensual, yang membuat foto, video, atau konten lain untuk kepentingan pribadi namun disebarluaskan oleh orang lain tanpa persetujuan mereka. Dan akhirnya korban-korban ini dipidanakan dengan ketentuan Undang-Undang Pornografi. 

Korban KBGO yang dikorbankan oleh hukum lainnya adalah kasus Baiq Nuril yang sempat heboh di tahun 2017. Diketahui bahwa Baiq Nuril yang seorang guru honorer menerima pelecehan dari kepala sekolahnya, baik pelecehan secara langsung maupun melalui percakapan telepon. Ketika satu percakapan telepon direkam oleh Baiq Nuril untuk membela diri dari sangkaan negatif rekan kerjanya di sekolah, dan rekaman tersebut tersebar yang bahkan bukan atas kehendak dirinya, Baiq Nuril dilaporkan kepada kepolisian, dan diproses hukum sampai ke pengadilan hingga dinyatakan bersalah melanggar pasal 27 (Ayat 3) UU ITE tentang konten bermuatan kesusilaan. Baiq Nuril sempat dinyatakan bebas di pengadilan negeri, tetapi ketika sampai di Kasasi dia kembali dinyatakan bersalah dan baru bebas dengan Amnesti dari presiden. Sementara ketika Baiq Nuril melaporkan kepala sekolahnya dengan Pasal 294 KUHP Ayat 2 Butir-1 tentang perbuatan cabul atasan kepada bawahan, laporan tersebut ditolak karena tidak ada bukti permulaan yang cukup. Dilihat dari kasus ini Baiq Nuril sebenarnya merupakan korban kekerasan seksual, dan kekerasan berbasis gender online yang seharusnya diberikan perlindungan akhirnya harus mendapat label narapidana atas nama hukum.