Keluarga Brigadir J Minta Autopsi Ulang, Bagaimana Regulasinya?

Berdasarkan hal tersebut di atas, pihak keluarga kemudian secara resmi meminta jenazah untuk diotopsi ulang pada 18 Juli ke Bareskrim Polri. 

Proses autopsi ulang yang diminta oleh keluarga Brigadir J, diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Terkait dengan pemeriksaan atas mayat, KUHAP Pasal 133 ayat (3) menentukan, bahwa mayat yang diperlukan untuk pemeriksaan kedokteran forensik, harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan dengan diberi label yang antara lain memuat identitas mayat. 

Di samping itu, KUHAP Pasal 134 ayat (1) menentukan bilamana autopsi tidak mungkin dihindari, maka ada kewajiban bagi penyidik untuk memberitahukan terlebih dahulu pada keluarga korban, dan ayat (2) apabila keluarga keberatan dengan dilakukannya bedah mayat, maka penyidik wajib menjelaskan mengenai maksud dan tujuan dilakukannya autopsi, ayat (3) apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan dari keluarga atau pihak yang perlu diberitahu diketemukan, penyidik segera melaksanakan ketentuan Pasal 133 ayat (3). 

Bertolak pada KUHAP Pasal 133 dan Pasal 134, adanya autopsi forensik bergantung pada ada atau tidaknya keluarga korban atau pihak yang menerima pemberitahuan untuk dilaksanakannya autopsi forensik. Apabila tidak ada pihak keluarga atau pihak yang menerima pemberitahuan untuk dilaksanakannya autopsi forensik, maka penyidik wajib melaksanakan ketentuan Pasal 133 ayat (3), yaitu memperlakukan mayat dengan penuh penghormatan. KUHAP Pasal 133 dan Pasal 134 tidak menentukan lebih lanjut untuk dilaksanakannya tindakan autopsi forensik apabila ada keberatan dari pihak keluarga.