Ketentuan Upah Minimum Bagi Sektor Usaha Mikro Kecil

Ketentuan upah minimum yang disusun dan ditetapkan oleh pemerintah sejatinya dilakukan sebagai safety net agar kesejahteraan pekerja tidak terabaikan akibat dari kedudukan pekerja yang subordinasi terhadap pengusaha. Dalam tipe hukum ketenagakerjaan yang diungkapkan oleh Tamara Lothion (Ujang, 2012), dapat dikatakan bahwa pemerintah menganut sistem tipe hukum ketenagakerjaan yang korporatis karena pemerintah membuat berbagai peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan sebagai usaha untuk melakukan pembinaan hukum nasional. Selain itu, pengaturan penetapan upah minimum ini dibuat semata-mata agar pekerja tidak berkedudukan sebagai objek yang hanya dibutuhkan tenaga dan pikirannya saja melainkan berkedudukan sebagai layaknya manusia pada umumnya yang memiliki harkat dan martabat yang wajib untuk dihormati dan dijunjung tinggi.

Namun, ternyata melalui UU Cipta Kerja ini terdapat pengecualian terhadap pemberlakuan upah minimum bagi sektor Usaha Mikro Kecil (UMK). Jika sebelumnya melalui UU Ketenagakerjaan, seluruh sektor unit usaha di Indonesia diwajibkan untuk mematuhi ketentuan upah minimum yang telah ditetapkan oleh pemerintah untuk membayar pekerjanya, dalam UU Cipta Kerja beserta aturan turunannya mengecualikan hal tersebut terhadap sektor UMK. Hal ini semata-mata dilakukan oleh pemerintah yang hendak mendorong perkembangan sektor UMK di Indonesia agar semakin dapat berkembang dan berdaya saing di pasar dengan cara memberikan berbagai kebijakan yang memudahkan pelaku usaha UMK untuk berusaha sehingga berdampak terhadap peningkatan perekonomian negara. Salah satu kemudahan dalam berusaha tersebut di antaranya mengecualikan ketentuan upah minimum untuk membayar pekerja di sektor UMK.