Konsistensi Sri Soemantri Dalam Hukum Konstitusi

Karir politik Prof. Sri terbilang singkat karena pasca terbitnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, badan konstituante resmi dibubarkan oleh Presiden Soekarno. Meski ditawari jabatan politik lain, ia memutuskan untuk segera menyelesaikan kuliahnya di Universitas Padjajaran. Sejak saat itu Prof. Sri meniti karir dengan menjadi asisten dosen Mr. Ernst Utrecht dan Usep Ranawidjaja. Potensi luar biasa, membuatnya meraih program beasiswa dari Pemerintah Belanda dan berhasil mempertahankan disertasi di Sidang Terbuka Senat Guru Besar Universitas Padjajaran. Terkenal begitu aktif, ia juga disibukkan dengan berbagai kegiatan di luar akademik, sampai-sampai disebut sebagai seseorang yang mengambil dua karakter sekaligus, yakni sebagai seorang scholar (ilmuwan) dan seorang manager karena pernah mengemban jabatan sebagai Pembantu Dekan, Dekan, hingga Rektor.

Sebelum dikukuhkan sebagai salah satu begawan hukum tata negara khususnya hukum konstitusi, Prof. Sri sempat diejek oleh teman-temannya karena mengambil program hukum tata negara. Seperti banyaknya kisah sukses tokoh-tokoh inspiratif, Prof Sri tetap meneguhkan diri di jalur hukum tata negara dengan pendirian bahwa tiap negara punya hukum tata negaranya masing-masing. Ketika perjuangannya sebagai anggota konstituante dihentikan dalam kurun waktu 2 tahun, Sri Soemantri fokus menekuni kajian hukum tata negara khususnya hukum konstitusi.