Legal Standing Warga Negara Asing dalam Constitutional Review

Desi Fitriyani

(Internship Advokat Konstitusi)

Salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945). Hal ini sebagaimana tertuang dalam Pasal 24C UUD NRI 1945. Kewenangan tersebut kemudian Penulis sebut dengan constitutional review, dengan mengutip pendapat Pan Mohamad Faiz bahwa penggunaan istilah constitutional review digunakan demi menghindari kekeliruan makna yang sering tumpang tindih dengan judicial review (Pan, 2007). Pihak yang berhak dalam mengajukan constitusional review disebut dengan Pemohon. Adapun Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang. Mengenai siapa saja yang menjadi kualifikasi Pemohon telah diatur dalam Pasal 50 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, yang terdiri dari :

  1. Perorangan warga negara Indonesia;
  2. Kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang;
  3. Badan hukum publik atau privat; atau
  4. Lembaga negara.

Berdasarkan pada kualifikasi pemohon di atas, tentunya warga negara asing (WNA) tidak berhak untuk mengajukan constitutional review. Sebenarnya kasus WNA mengajukan constitutional review pernah terjadi. Hal tersebut dapat dilihat pada putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 2-3/PUU-V/2007 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika terhadap UUD NRI 1945. Dalam putusannya, Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa permohonan pengujian yang diajukan oleh ketiga WNA tersebut tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard). Terhadap putusan ini terdapat dissenting opinion dari 3 (tiga) orang Hakim Konstitusi berkaitan dengan kedudukan hukum (legal standing) pemohon berkewarganegaraan asing, yaitu Hakim Konstitusi Laica Marzuki, Achmad Roestandi, dan Harjono.Kasus WNA di atas, nyatanya terganjal oleh legal standing atau kedudukan hukum. legal standing adalah satu konsep yang digunakan untuk menentukan apakah Pemohon terkena dampak dengan cukup sehingga satu perselisihan diajukan ke depan pengadilan. Persyaratan legal standing telah memenuhi syarat jika pemohon mempunyai kepentingan nyata dan secara hukum dilindung (Ajie Ramdan, 2014).