Legalitas Pembuatan Konten Pornografi untuk Kepentingan dan Konsumsi Pribadi ditinjau dari UU Nomor 44 Tahun 2008

Sesuatu yang dianggap baik oleh seseorang belum tentu dianggap baik oleh orang yang lain, begitupun sebaliknya. Dengan kata lain, tujuan uu pornografi tersebut bukanlah sesuatu yang dapat dengan mudah diatur dalam perundang-undangan. Hakim Maria Farida menemukan banyak permasalahan dalam UU Pornografi mulai dari proses pembentukannya hingga implementasinya dalam masyarakat. Hadirnya dissenting opinion dari hakim Maria Farida menunjukkan bahwa terdapat masalah dalam UU Pornografi yang diakui oleh salah satu hakim Mahkamah Konstitusi sehingga menjadi landasan bagi pemohon perkara Nomor 82/PUU-XVIII/2020 untuk mengajukan permohonan. 

Pada putusan Nomor 82/PUU-XVIII/2020 Hakim mahkamah berpendapat bahwa membuat pornografi selama dimaksudkan untuk diri sendiri dan kepentingan sendiri tidak langsung dapat diduga sebagai pelanggaran pidana, hal tersebut harus dilengkapi dengan pelanggaran unsur dalam delik yang lainnya untuk kemudian memenuhi unsur delik dari norma pasal pornografi yang secara kumulatif berakibat konten yang dibuat tersebut dapat diakses publik. Sehingga, mahkamah menolak permohonan untuk seluruhnya. Norma yang terkandung dalam Pasal 4 UU Pornografi memberikan pengecualian terhadap pembuatan konten pornografi sepanjang untuk diri sendiri dan kepentingan pribadi sebagai hak privasi. Namun, mahkamah menyatakan apabila konten pornografi tersebut tersebar atau dapat diakses oleh umum, maka sudah memenuhi  unsur delik Pasal pornografi yang lain.