LIGA BOLA BERUJUNG DUKA (Menilik ketentuan hukum penggunaan gas air mata oleh aparat kepolisian)

Akibat dari penembakan gas air mata tersebut, supporter pergi keluar ke satu titik, di pintu keluar. Kemudian terjadi penumpukan sehingga terjadi sesak nafas, kekurangan oksigen. Selain itu, mereka juga berdesak-desakkan, saling terhimpit dan terinjak-injak sehingga mengakibatkan banyak korban meninggal dunia. Padahal dalam Stadium Safety and Security Regulation Pasal 19, FIFA sebagai badan sepak bola menetapkan petugas keamanan atau polisi tidak boleh membawa senjata api atau “gas pengendali massa” dalam pertandingan sepak bola. Dalam aturan petugas disebut dengan istilah ‘pitchside stewards’. Menyorot pada poin 19 b, petugas keamanan secara tegas dilarang menggunakan gas air mata atau gas pengendali massa yang lainnya.

Berkaca pada banyaknya dampak buruk yang ditimbulkan akibat dari penggunaan gas air mata,  bagaimana pengaturan mengenai penggunaan gas air mata oleh aparat kepolisian di Indonesia? 

Sejatinya penggunaan gas air mata oleh aparat kepolisian diatur dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian. Dalam regulasi tersebut, Penggunaan Kekuatan adalah segala penggunaan/pengerahan daya, potensi atau kemampuan anggota Polri dalam rangka melaksanakan tindakan kepolisian. Kemudian dalam penggunaan kekuatan berdasarkan pasal 5 regulasi ini,  pihak kepolisian memiliki beberapa tahapan diantaranya :

  1. tahap 1 : kekuatan yang memiliki dampak deterrent/pencegahan; 
  2. tahap 2 : perintah lisan; 
  3. tahap 3 : kendali tangan kosong lunak; 
  4. tahap 4 : kendali tangan kosong keras; 
  5. tahap 5: kendali senjata tumpul, senjata kimia antara lain gas air mata, semprotan cabe atau alat lain sesuai standar Polri; 
  6. tahap 6: kendali dengan menggunakan senjata api atau alat lain yang menghentikan tindakan atau perilaku pelaku kejahatan atau tersangka yang dapat menyebabkan luka parah atau kematian anggota Polri atau anggota masyarakat

Merujuk pada ketentuan tersebut, bahwa aparat kepolisian tidak boleh serta merta langsung menggunakan kekuatan secara berlebihan namun harus dilakukan upaya-upaya preventif dan humanis terlebih dahulu. Pada setiap tahapan penggunaan kekuatan yang dilakukan harus diikuti dengan komunikasi lisan/ucapan dengan cara membujuk, memperingatkan dan memerintahkan untuk menghentikan tindakan yang membahayakan tersebut.