Melihat Kembali Extra Judicial Killing di Indonesia

Oleh: Josua Satria Collins

(Internship Advokat Konstitusi)

Istilah extra judicial killing menjadi populer pasca penembakan 6 laskar Front Pembela Islam (FPI) oleh aparat kepolisian di jalan tol Jakarta-Cikampek pada Senin (7/12/2020) dini hari lalu. Kepolisian beralasan penembakan dilakukan karena petugas polisi merasa terancam karena diserang terlebih dahulu, sehingga terpaksa melepaskan tembakan. Peristiwa ini terus diselidiki Komnas HAM termasuk Mabes Polri dengan melibatkan Divisi Propam.

Pada prinsipnya, tindakan extrajudicial killing atau pembunuhan di luar putusan pengadilan yang dilakukan oleh aparat kepolisian terhadap orang-orang yang diduga terlibat kejahatan merupakan sebuah pelanggaran ham dan pelanggaran hukum acara pidana yang serius. Orang-orang yang diduga terlibat kejahatan memiliki hak untuk ditangkap dan dibawa ke muka persidangan dan mendapatkan peradilan yang adil (fair trial) guna membuktikan bahwa apakah tuduhan yang disampaikan oleh negara adalah benar. Hak-hak tersebut jelas tidak akan terpenuhi apabila para tersangka “dihilangkan nyawanya“ sebelum proses peradilan dapat dimulai. Penuntutan terhadap perkara tersebut akan otomatis gugur karena pelaku meninggal dunia.