Melihat Negara Demokrasi Konstitusional Indonesia Pasca Indeks Persepsi Korupsi Tahun 2020

Beranjak dari uraian yang teknokratik terkait dengan IPK di atas, perlu dipahami bahwa hal ini tidak digunakan untuk menyalahkan pihak manapun, melainkan melakukan analisis reflektif terhadap anjloknya IPK Indonesia, untuk selanjutnya dapat menjadi titik balik koreksi, menatap negara demokrasi Indonesia yang berlandaskan hukum lebih baik ke depannya. Korupsi dalam pengertian ini, tidak hanya diartikan sebagai tindak pidana,namun sangat terkait dengan kekuasaan. Maka berangkat dari IPK yang sedang anjlok ini, kita dapat mengartikan bahwa ada warning terhadap mekanisme pelaksanaan kekuasaan dalam konsep constitutional democratic state di Indonesia.

Menakar Indeks Persepsi Korupsi Indonesia

Indeks sendiri adalah suatu indikator pengetahuan dalam bentuk metodologi bagi pemerintah. Tugasnya sendiri adalah untuk memetakan dan membuat kategori dari suatu fenomena sosial yang dipotret dan kemudian dibaca. Indeks juga memberikan arahan terhadap apa yang harus dilakukan kedepan dan apa yang mestinya dibuat dari indeks ini. (Sally, Kevin, Benedict: 2015). Pemerintah Indonesia melalui Menkopolhukam Mahfud MD, menyatakan bahwa IPK ini hanyalah sebuah persepsi publik, bukan kenyataan di lapangan. Hal ini dipicu persepsi bahwa sudah terjadi pelemahan KPK dengan perubahan UU KPK. (IDNtimes.com, 30/01/2021). Pernyataan Menkopolhukam tersebut ada benarnya tetapi juga tidak bisa menghindari fakta bahwa IPK bukan hanya angka dari indeks yang berdiri sendiri. dia lahir dari setidaknya 13 sumber data, termasuk 9 survei global, yang kemudian dikonversi angkanya menjadi IPK. Sembilan angka survei inilah yang memengaruhi IPK Indonesia.