MELIHAT WACANA PEMINDAHAN IBUKOTA PROVINSI JAWA BARAT DALAM UU PEMDA DAN UU PENATAAN RUANG

Pemindahan ibukota provinsi Jawa Barat  perlu dipertimbangkan dengan matang.  Menurut Mahkamah Konstitusi dalam putusan No. 66/PUU-XI-2013, penentuan lokasi ibukota suatu wilayah harus didasarkan pada konsep yang jelas, kajian yang transparan dari aspek tata ruang, ketersediaan fasilitas, aksesibilitas, kondisi dan letak geografis, kependudukan, sosial ekonomi, sosial politik, sosial budaya dengan memperharikan aspirasi masyarakat. Kesiapan dari sumber daya wilayah juga perlu diperhatikan. 

Pemindahan ibukota ini juga perlu memperhatikan prinsip dalam penataan ruang dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (UU Penataan Ruang) sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker). Menurut UU Tata Ruang, penyelenggaraan penataan ruang diperuntukan sebesar-besarnya demi kemakmuran rakyat. Dalam konteks wacana ini, maka pemindahan ibukota perlu dipertimbangkan pula berdasarkan pengaruhnya terhadap kesejahteraan masyarakat Bandung, Walini, Tegaluar, dan Kertajati yang akan terdampak dan masyarakat Jawa Barat secara luas. Oleh karena itu, dasar pemindahan ibukota provinsi setidaknya dapat ditarik dua hal secara umum, yaitu optimalisasi pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat.