Memaknai Negara Kepulauan dan Nusantara dalam Konstitusi

Sementara, interpretasi gramatikal adalah interpretasi bahasa yang menekankan kedudukan bahasa dalam menelaah objek yang akan dimaknai. Interpretasi gramatikal disebut juga sebagai metode penafsiran objektif, yakni cara penafsiran atau penjelasan yang paling sederhana untuk mengetahui makna ketentuan undang-undang dengan menguraikannya menurut bahasa, susunan kata atau bunyinya (Sudikno: 1993).

Pemaparan aturan turunan pasal tersebut sendiri berguna untuk mengetahui aplikasi dan aktualisasi dari pasal tersebut. Aplikasinya dapat dilacak secara ius constitutum kepada aturan turunan (dalam hal ini undang-undang) yang berkonsideran atau setidaknya memiliki materi muatan terkait, sementara secara ius constituendum dilacak melalui rencana pembentukan aturan terkait.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) nusantara berarti “sebutan (nama) bagi seluruh wilayah Kepulauan Indonesia.” Secara bahasa kata nusantara pertama kali disebutkan oleh Gajah Mada dalam sumpah palapa yang sepenggalnya berbunyi “Lamun huwus kalah Nusantara” yang diartikan sebagai nusa (pulau) dan antara (seberang atau lain) yang dimaksudkan kepada kepulauan di luar jawa yang hendak ditaklukkan oleh Majapahit melalui Gajah Mada. Istilah nusantara kemudian digunakan untuk menggantikan Nederlandsch Oost-Indie atau Hindia Belanda untuk menyebut wilayah Indonesia saat itu yang kembali dipopulerkan oleh Ki Hajar Dewantara.