Mengapa Jumlah Hakim Harus Ganjil?

Meski begitu, terdapat preseden menarik terkait hakim berjumlah genap dalam perkara Mahkamah Konstitusi. Pada tahun 2017, Mahkamah Konstitusi hanya memiliki delapan hakim setelah Patrialis Akbar ditangkap KPK terkait suap dalam penanganan pengujian UU Peternakan dan Kesehatan Hewan. Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi pada saat itu, Anwar Usman, menyiasati kondisi tersebut melalui celah hukum dalam Undang-Undang Mahkamah Konstitusi. Dalam Pasal 45 ayat (8) aturan tersebut, terdapat ketentuan jika terjadi voting dan suara imbang, maka suara ketua MK menjadi penentunya. Akhirnya, sidang perkara MK pada waktu itu tidak harus menunggu hasil seleksi oleh Pansel yang dibentuk Presiden untuk mencari pengganti Patrialis Akbar.

Terlepas daripada itu, dalam upaya menerapkan kepastian hukum, haruslah dihindari jumlah hakim genap yang berpotensi menciptakan deadlock. Setidaknya terdapat 3 kriteria dari putusan hakim yang mengandung kepastian hukum yakni solutif (memberikan jalan keluar atas masalah hukumnya), efisien (prosesnya harus cepat, sederhana, biaya ringan), dan stabilitas (dapat memberikan rasa tertib dan aman bagi masyarakat). Adanya deadlock tentunya menjadikan 3 kriteria tersebut tidak dapat terpenuhi karena perkara akan menjadi lama diproses, tidak ada kejelasan, dan belum tentu berujung pada hadirnya solusi. Karena pada akhirnya, putusan yang baik adalah putusan yang menyelesaikan masalah.