Mengenang Kembali Putusan MK yang Retroaktif

Penerapan hukum secara surut secara prinsip adalah dilarang karena dapat mengakibatkan kekacauan dapat berakibat terjadinya kekacauan hukum serta ketidakpastian hukum. Penerapan hukum formil secara surut ternyata dapat mengakibatkan kekacauan administration of justice yang sangat pelik. Oleh karena itu, pada prinsipnya semua peraturan ataupun penerapan hukum harus bersifat prospektif.

Meski begitu diantara ribuan perkara yang sudah diputus MK, terdapat juga putusan yang memiliki sifat retroaktif. Sebagai contoh, dalam Putusan judicial review MK Nomor 110-111-112-113/PUU-VII/2009, MK memberlakukan putusan tersebut ke belakang (retroaktif). MK beralasan bahwa jika putusan tersebut diberlakukan secara prospektif maka akan gagal mencapai perlindungan konstitusional warga negara.

Dalam perkara tersebut, Mahkamah mengakui larangan mengeluarkan putusan yang bersifat retroaktif memang diberlakukan secara umum. Namun dalam pengujian UU, mahkamah menilai mengeluarkan putusan yang bersifat retroaktif merupakan diskresi para hakim. Bila putusan hanya bersifat prospektif, Mahkamah khawatir tujuan perlindungan konstitusi akan tercapai.

Ketua MK pada saat itu, Mahfud MD mengatakan bahwa retroaktif dan prospektif adalah istilah akademis yang perdebatan teorinya bisa panjang, meski jawabannya bisa sederhana. Ia menegaskan bila putusan MK tidak bersifat retroaktif, maka vonis Mahkamah tidak ada gunanya. Pasalnya, kerugian para pemohon tidak dipulihkan bila putusan berlaku prospektif.