Mengupas Pengaturan Sistem Outsourching dalam Peraturan Pelaksana Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja

          Menjadi ketentuan baru dalam peraturan ini adalah kewajiban pengalihan perlindungan hak-hak bagi pekerja/buruh dengan hubungan kerja PKWT apabila terjadi pergantian perusahaan alih daya dan sepanjang objek pekerjaanya tetap ada. Dalam hal ini dinyatakan bahwa persyaratan pengalihan tersebut merupakan jaminan atas kelangsungan bekerja bagi pekerja/buruh dengan hubungan kerja PKWT. Apabila pekerja/buruh tidak memperoleh jaminan kelangsungan bekerja tersebut maka perusahaan alih daya tersebut bertanggung jawab atas pemenuhan hak-hak pekerja/buruh. 

Pada dasarnya perumusan ketentuan mengenai pengalihan syarat tersebut dapat dilihat sebagai upaya  kepatuhan pembentuk undang-undang dan peraturan pemerintah terhadap putusan MK No. 27/PUU-IX/2011 yang sebelumnya hanya dimuat dalam surat edaran menteri. Dalam putusan MK tersebut dinyatakan bahwa pasal 59 dan pasal 66 Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan perihal outsourcing   dan pekerja PKWT atau pekerja PKWTT tidak bertentangan dengan pasal 27 ayat 2, pasal 28 ayat 2, dan pasal 33 ayat 1 UUD 1945 tentang hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, hak atas imbalan yang pantas dan perlakuan yang sama dalam hubungan kerja, dan perekonomian yang  disusun berdasarkan asas kekeluargaan. Hal itu berlaku apabila status hubungan kerja yang digunakan antara pekerja dengan perusahaan adalah PKWTT. Namun status hubungan kerja dengan PKWT dapat dilakukan kepada pekerja outsourcing   dengan perusahaan outsourcing   yang menggantikan perusahaan outsourcing   sebelumnya dalam mengerjakan pekerjaan yang tetap ada pada perusahaan pemberi pekerjaan. Ditambahkan nya hasil putusan MK ini memberikan angin segar bagi kepastian kerja pekerja outsourcing