Menimbang Constitutional Complaints Sebagai Wewenang Tambahan Mahkamah Konstitusi

Secara historis Indonesia merupakan negara ke-78 yang mengadopsi gagasan pembentukan Mahkamah Konstitusi. Apabila dilakukan perbandingan dengan negara lain menurut Harjono dalam Abdul Rasyid Thalib, terdapat garis besar kewenangan Mahkamah Konstitusi yang harus dimiliki oleh Mahkamah Konstitusi. Kewenangan tersebut dibagi menjadi kewenangan utama dan kewenangan tambahan.

Kewenangan utama, yaitu:

  1. uji materiil konstitusionalitas undang-undang UUD;
  2. memutus pengaduan yang dilakukan oleh rakyat terhadap pelanggaran hak-hak konstitusi mereka atau biasa disebut constitutional complaint;
  3. memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara.

Diluar dari ketiga kewenang utama tersebut, merupakan kewenangan tambahan yang bersifat asesoris yang tergantung dengan kebijakan setiap negara masing-masing. Berdasarkan tiga wewenang utama tersebut maka kewenangan Mahkamah Konstitusi di Indonesia ada satu hal yang tertinggal yaitu tidak adanya mekanisme keluhan konstitusi atau consitutional complaint. Pada negara hukum modern yang demokratis, constitutional complaint merupakan upaya hukum untuk menjaga secara hukum martabat yang dimiliki manusia yang tidak boleh diganggu gugat agar aman dari tindakan kekuasaan negara.

Tidak adanya mekanisme constitutional complaint di Indonesia akan mengurangi legitimasi Indonesia sebagai negara hukum modern yang demokratis karena tidak adanya upaya yang dimiliki masyarakat untuk mempertanyakan perlakuan dari penguasa yang diindikasi melanggar hak asasinya yang telah dijamin oleh UUD 1945. Oleh karena itu bisa ditarik kesimpulan bahwa setidaknya Indonesia membutuhkan mekanisme constitutional complaint dalam mengejawantahkan hak-hak konstitusionalitas rakyatnya yang telah disesuaikan dengan kondisi-kondisi di Indonesia. Ketika pembahasan perubahan UUD 1945, telah muncul usulan constitutional complaint sebagai salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi sebagaimana dikemukakan I Dewa Gede Palguna dalam rapat Pleno Panitia Ad Hoc MPR RI. Usulan tersebut tidak disetujui dengan berbagai pertimbangan, antara lain karena tujuan utama dibentuknya Mahkamah Konstitusi adalah sebagai lembaga judicial review undang-undang terhadap UUD 1945, sehingga menghindari adanya penumpukan perkara, seperti dalam praktik terjadi di Mahkamah Konstitusi Jerman dihindari.