Menolak Lupa Problematik Usia Minimum Hakim MK Pada Perubahan Ketiga UU MK

Oleh : Ida Bagus Gede Putra Agung Dhikshita

(Internship Advokat Konstitusi)

Pada tahun 2020, UU MK kembali diubah dengan UU Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Undang- Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK). Perubahan UU MK menuai kecaman dari publik karena pembahasannya yang berlangsung cepat dan tertutup yaitu hanya diselesaikan dalam waktu 7 hari. Adapun materi perubahan yang bermuatan substansial hanya tiga berkenaan dengan batas usia minimum, penghapusan masa jabatan hakim, dan masa jabatan ketua dan wakil ketua. Sisanya merupakan perubahan redaksional semata.Hal tersebut ditanggapi oleh mantan Hakim dan Ketua MK, Dewa Gede Palguna yang menilai perubahan ketiga UU MK hanya mengubah hal- hal secara parsial dan kurang komprehensif. Seharusnya banyak hal substantif seperti hukum acara MK dan kewenangan MK yang lebih mendalam yang masuk dalam perubahan ini (tribunews.com/09/2020).

Salah satu perubahan yang menjadi perhatian publik adalah Pasal 15 ayat (2) huruf d UU MK yang mengatur ketentuan syarat usia minimum untuk diangkat sebagai hakim konstitusi yakni 55 tahun. Ketentuan ini jelas berbeda dengan isi Putusan MK Nomor 7/PUU-XI/2013 yang menyatakan bahwa konstitusionalitas syarat usia minimum untuk diangkat menjadi hakim MK adalah 47 tahun. Dalam proses pembahasannya, pasal ini juga tidak mengalami diskursus mendalam, hingga justru menimbulkan berbagai kecurigaan terhadap tujuan diubahnya pasal ini. Bahkan Zainal Arifin Mochtar, ahli HTN FH UGM, menyebut perubahan ini sebagai ‘pil tidur’ dari pemerintah dan DPR untuk Hakim MK yang sedang disibukkan oleh pengujian UU yang hampir setiap diundangkan, pasti diajukan judicial review ke MK.