“Menyoal Ketetapan Pidana Terhadap Pelanggaran Pemilu”

Oleh: Wahlulia Amri

Indonesia akan menggelar pemilihan umum (Pemilu) serentak dalam dua tahun mendatang. Pemilu bertujuan untuk memilih presiden serta wakil-wakil rakyat yang  duduk di parlemen pusat dan daerah agar dapat membangun dan menciptakan negara demokratis. Sistem pemilu dilengkapi dengan proses dan mekanisme demokrasi sebagai perwujudan kedaulatan rakyat, sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan berdasarkan UUD 1945. (Santoso: 2006)

 Penyelenggaraan pemilu 2024 tidak jauh berbeda  dengan pemilu 2019, hal ini setidaknya dapat dilihat dari regulasi UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang tidak diubah. Dalam kaitan ini, di tahun 2019 lalu marak ditemukan kasus kriminal terkait pemilu. data terakhir menunjukkan, bahwa jumlah pelanggaran pemilu  meningkat tajam sebesar 58,3% dibandingkan pemilu 2014 yang artinya, “Selama Pemilu 2019, Pengadilan Negeri dan Mahkamah Agung menetapkan 348 kasus tindak pidana pemilu.” (Hukumonline.com)

 Terdapat empat instansi yang menangani pidana pemilu menurut UU Pemilu yang tergabung dalam  Sentra Gakkumdu (Penegakan Hukum Terpadu) yakni Bawaslu, Kepolisian, dan Kejaksaan. Pasal 486 UU Pemilu 2017 juga menyebutkan bahwa Gakkumdu berperan penting dalam penanganan tindak pidana pemilu.