“Untuk berkuasa dibutuhkan kapital yang tidak sedikit, hubungan duit dengan kuasa dapat diibaratkan seperti lingkaran setan bahwa duit dapat membawa seseorang berkuasa dan seseorang akan sangat mudah menyalahgunakan kekuasaan jika diberikan kuasa dan korupsi sangat erat kaitannya dengan penyalahgunaan yang dilakukan oleh sebagian pejabat publik yang memiliki adab minim, karenanya mengizinkan kembali mantan narapidana korupsi untuk masuk ke gelanggang politik merupakan langkah yang patut dievaluasi,” ungkap Fitrah.
Ia juga menjelaskan tentang riset jumlah responden yang tidak menyetujui mantan narapidana menjadi Caleg.
“Riset yang dilakukan oleh Kompas menyebutkan bahwa 90,9% responden tidak menyetujui mantan narapidana korupsi maju sebagai caleg dalam pemilu. Oleh karena itu, kegiatan ini dilakukan untuk membangkitkan semangat publik akan jaminan kualitas anggota legislatif hasil pemilu 2024,” lanjut founder @advokatkonstitusi tersebut.
Tohadi selaku pembicara pertama pada webinar tersebut memaparkan bahwa “Berdasarkan Indeks Persepsi Korupsi Indonesia (IPK), tahun 2007, setelah 5 tahun dibentuknya KPK, Indonesia menunjukkan skor 2,3 dari 180 negara yang disurvei terdapat 40% berada di bawah skor 3 yang menunjukkan korupsi merajalela dimana Indonesia termasuk salah satunya”.