Oleh: Diyah Ayu Riyanti

Film Miracle in Cell No. 7, menceritakan seorang ayah bernama Dodo Rozaq yang dipenjara karena mendapat lawan hukum seorang politisi yang memiliki kekayaan, relasi serta kekuasaan. Dodo Rozaq dipenjara atas tuduhan membunuh dan memperkosa seorang anak politisi yang bernama Melati Wibisono. Kekuasaan seorang politisi juga menyebabkan rekonstruksi yang dilakukan oleh polisi terlihat bias. Hal itu dikarenakan, dalam memperagakan adegan ia terkesan dipaksa padahal dia tidak melakukan adegan tersebut dan ia juga seorang difabel yang tidak dibantu oleh seorang ahli dalam melakukan rekonstruksi. 

Apabila kita melihat dari salah satu asas hukum, yakni asas equality before the law atau dapat diartikan semua sama di mata hukum. Idealnya, hukum itu tidak memandang dia kaya atau miskin, berpendidikan tinggi atau rendah, dsb. Hukum haruslah sama dimata semua orang.  Akan tetapi, pada film miracle in cell No. 7 menggambarkan dengan jelas bahwa kondisi seperti itu yang sering terjadi pada saat ini. Das sollen atau kondisi ideal penerapan asas tersebut sangat jauh dari harapan yang terjadi di lapangan. Pada film tersebut menggambarkan kekayaan seorang ayah dari Melati Wibisono yang seorang politisi dan berkuasa berhadapan dengan seorang penjual balon keliling yang seorang difabel.